………………………….” Beliau telah didik dan bimbing aku, dan telah pimpin aku untuk berbuat kebajikan: jangan jadi kuli mereka, katanya seperti mengulangi kata-kata bapakku mendiang. Jangan bikin mereka lebih kaya dan lebih berkuasa karena keringatmu. Rebut ilmu-pengetahuan dari mereka sampai kau sama pandai dengan mereka. Pergunakan ilmumu itu kemudian untuk menuntun bangsamu keluar dari kegelapan yang tiada habis-habisnya ini.” -- Hal 340
………………………”Beberapa waktu berselang Marquise pernah bertanya, mengapa bahasa Melayu mengandung begitu banyak kata-kata dari bahasa Eropa, sampai-sampai kata-kata paling sederhana seperti buku, lampu, bangku, apalagi nama-nama pakaian dan mesin dan bagian-bagiannya, malah juga di bidang pertanian padahal Pribumi tak lain dari bangsa tani. Mengulangi kata-kata Tuan L, aku terangkan padanya, bahwa runtuhnya Majapahit berarti runtuhnya peradaban Pribumi. Bangsa yang melakukan hubungan ramai dengan peradaban besar dari Asia ini tak mampu lagi melindungi lautnya, makin lama makin mengurung diri dalam kebodohannya, terputus dari peradaban besar, makin lama makin terbelakang dan miskin, akhirnya tak punya apa-apa kecuali impian dan ilusinya. Sampai sekarang. Semua harus ia pinjam kalau mau menghampiri Eropa, termasuk meminjam kata-kata dari mana saja ia dapat. Menyedihkan, desis Marquise. Ya, menyedihkan, aku membenarkan.” -- Hal 514-515
dikutip dari Toer, 1988. Rumah Kaca. Lentera Dipantara.
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya..