18 November 2015
Secara tidak sangaja hari ini saya menggunakan jasa Uber (travel). Ini adalah salah satu model bisnis yang setipe dengan: Gojek Group, Grab Taxi, @nitiplaah, Deliveree, dll.
Ceritanya, pagi ini saya memesan jasa taksi (Bl*eBi*d) via pangkalan di Bogor. Saya pesan 2,5 jam sebelum jadwal penjemputan yang saya minta. Setengah jam sebelum jadwal saya telpon ulang ke pangkalan untuk mengkonfirmasi penjemputan. Karena alasan ada razia, pihak pangkalan membatalkan order saya. 5 menit kemudian saya terima telpon dari petugas pangkalan namun dengan nomor berbeda menawarkan jasa penjemputan dengan menggunakan mobil rental, alamat penjemputan dan tujuan sudah ditransfer ke driver rental, dan harga juga sudah disepakati (cukup murah, dibawah estimasi saya jika menggunakan argo standar taksi) dan mobil rental langsung menuju alamat penjemputan.
Komunikasi selama sopir mobil rental menuju penjemputan sangat baik, dan saya terkesan dengan cara komunikasi sopir ini, sekelas dengan jika saya menghubungi custumer service online lah gaya bahasanya.
Beberapa menit, mobil rental jemputan datang. Dan sopir ini memperkenalkan identitasnya sebagai driver Uber, dan memperkenalkan aplikasi Uber, kemudahan dan keunggulannya. Dan menawarkan untuk menggunakan aplikasi Uber di smartphone untuk pemesanan berikutnya.
Mobil meluncur mengantarkan ke tujuan. Saya langsung install aplikasi tersebut untuk mengetahui lebih detail. Tujuan saya adalah mengetahui detail aplikasi ini, karena pesaingnya banyak seperti yang saya sebut diatas, jadi saya tidak mesti bergantunglah sama salah satu penyedia jasa. Sebagai konsumen kita pasti cenderung untuk menggunkan jasa yang lebih baik dan lebih murah (kompetitif). Penjemputan dan pengantaran berjalan dengan baik dan lancar. Saya tidak menangkap kesan selain kesan positif (jujur).
Nah, sekarang kembali ke hasil penelusuran saya terhadap aplikasi ini. Ternyata aplikasi ini merupakan aplikasi yang sudah mendunia (50 negara lebih). Woow.. Dan saya penasaran, perusahaan mana yang punya. Ternyata Uber technologies ini adalah perusahaan US yang berbasis di San Francisco. Hmmmm.... Disini benang merahnya.. Ternyata bisnis ini juga telah merambah pasar Indonesia. Memang kecaggihan tekonologi membuat dunia mejadi borderless..tanpa batas... dan aplikasi smartphone dapat menembus ruang dan waktu dengan sangat cepat. Dengan kualitas pelayanannya dan harga yang kompetitif bukan tidak mungkin Uber ini akan memangsa pasar Indonesia dengan cepat. Kita lihat bagaimana nasib penyedia jasa transportasi lokal/nasional terdampak oleh arus globalisasi ini.. Taksi lokal, angkot, ojek, bis, travel.. apa jadinya mereka tanpa aplikasi ? yang punya pasar lokal terbatas dan itupun mulai digerogoti oleh pesaing yang canggih, menawarkan pelayanan maksimal dengan harga kompetitif..? Bagaimana nasib mereka jika tanpa perlindungan dari pemerintah dalam membendung dan mengelola globalisasi perdagangan.. ?
Di era kapitalisme, selalu yang memiliki kekuatan kapital yang besar dan kuat akan menang.. Kalo ini dibiarkan saja tanpa pengelolaan dan perlindungan terhadap pelaku usaha lokal/nasional, maka kita tunggu saja bangsa ini akan menjadi bulan-bulanan globalisasi perdagangan. Di satu sisi kita sebagai konsumen dengan senagmendapat banyak alternatif untuk kita gunakan. Namun disisi lain, banyak pelaku usaha yang gigit jari melihat ladang usahanya digilas pemain asing, yaa... walaupun sopirnya, drivernya pribumi juga.. cuma ya jadi "driver".. Ini gak bedalah sama jaman kolonialisme, cuma bentukya aja yang beda.. Bedanya sekarang dijajahnya secara ekonomi, gak pake bedil dan tentara, ga ada kerja rodi tanpa upah, dijajah secara ekonomi.
Pertanyaannya... Bagaimana kita ikut bermain? Bagaimana merubah ancaman ini menjadi peluang.. ?
Secara tidak sangaja hari ini saya menggunakan jasa Uber (travel). Ini adalah salah satu model bisnis yang setipe dengan: Gojek Group, Grab Taxi, @nitiplaah, Deliveree, dll.
Ceritanya, pagi ini saya memesan jasa taksi (Bl*eBi*d) via pangkalan di Bogor. Saya pesan 2,5 jam sebelum jadwal penjemputan yang saya minta. Setengah jam sebelum jadwal saya telpon ulang ke pangkalan untuk mengkonfirmasi penjemputan. Karena alasan ada razia, pihak pangkalan membatalkan order saya. 5 menit kemudian saya terima telpon dari petugas pangkalan namun dengan nomor berbeda menawarkan jasa penjemputan dengan menggunakan mobil rental, alamat penjemputan dan tujuan sudah ditransfer ke driver rental, dan harga juga sudah disepakati (cukup murah, dibawah estimasi saya jika menggunakan argo standar taksi) dan mobil rental langsung menuju alamat penjemputan.
Komunikasi selama sopir mobil rental menuju penjemputan sangat baik, dan saya terkesan dengan cara komunikasi sopir ini, sekelas dengan jika saya menghubungi custumer service online lah gaya bahasanya.
Beberapa menit, mobil rental jemputan datang. Dan sopir ini memperkenalkan identitasnya sebagai driver Uber, dan memperkenalkan aplikasi Uber, kemudahan dan keunggulannya. Dan menawarkan untuk menggunakan aplikasi Uber di smartphone untuk pemesanan berikutnya.
Mobil meluncur mengantarkan ke tujuan. Saya langsung install aplikasi tersebut untuk mengetahui lebih detail. Tujuan saya adalah mengetahui detail aplikasi ini, karena pesaingnya banyak seperti yang saya sebut diatas, jadi saya tidak mesti bergantunglah sama salah satu penyedia jasa. Sebagai konsumen kita pasti cenderung untuk menggunkan jasa yang lebih baik dan lebih murah (kompetitif). Penjemputan dan pengantaran berjalan dengan baik dan lancar. Saya tidak menangkap kesan selain kesan positif (jujur).
Nah, sekarang kembali ke hasil penelusuran saya terhadap aplikasi ini. Ternyata aplikasi ini merupakan aplikasi yang sudah mendunia (50 negara lebih). Woow.. Dan saya penasaran, perusahaan mana yang punya. Ternyata Uber technologies ini adalah perusahaan US yang berbasis di San Francisco. Hmmmm.... Disini benang merahnya.. Ternyata bisnis ini juga telah merambah pasar Indonesia. Memang kecaggihan tekonologi membuat dunia mejadi borderless..tanpa batas... dan aplikasi smartphone dapat menembus ruang dan waktu dengan sangat cepat. Dengan kualitas pelayanannya dan harga yang kompetitif bukan tidak mungkin Uber ini akan memangsa pasar Indonesia dengan cepat. Kita lihat bagaimana nasib penyedia jasa transportasi lokal/nasional terdampak oleh arus globalisasi ini.. Taksi lokal, angkot, ojek, bis, travel.. apa jadinya mereka tanpa aplikasi ? yang punya pasar lokal terbatas dan itupun mulai digerogoti oleh pesaing yang canggih, menawarkan pelayanan maksimal dengan harga kompetitif..? Bagaimana nasib mereka jika tanpa perlindungan dari pemerintah dalam membendung dan mengelola globalisasi perdagangan.. ?
Di era kapitalisme, selalu yang memiliki kekuatan kapital yang besar dan kuat akan menang.. Kalo ini dibiarkan saja tanpa pengelolaan dan perlindungan terhadap pelaku usaha lokal/nasional, maka kita tunggu saja bangsa ini akan menjadi bulan-bulanan globalisasi perdagangan. Di satu sisi kita sebagai konsumen dengan senagmendapat banyak alternatif untuk kita gunakan. Namun disisi lain, banyak pelaku usaha yang gigit jari melihat ladang usahanya digilas pemain asing, yaa... walaupun sopirnya, drivernya pribumi juga.. cuma ya jadi "driver".. Ini gak bedalah sama jaman kolonialisme, cuma bentukya aja yang beda.. Bedanya sekarang dijajahnya secara ekonomi, gak pake bedil dan tentara, ga ada kerja rodi tanpa upah, dijajah secara ekonomi.
Pertanyaannya... Bagaimana kita ikut bermain? Bagaimana merubah ancaman ini menjadi peluang.. ?
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih atas komentarnya..