Langsung ke konten utama

Dinamika Sumberdaya Mamalia Laut di Indonesia (Part 1 - Pendahuluan)


I. STATUS SUMBERDAYA MAMALIA LAUT DI PERAIRAN INDONESIA

1.1. Gambaran Kondisi Status Mamalia Laut Saat Ini di Indonesia

Mamalia laut (cetacean) merupakan kelompok hewan mamalia yang terdiri dari jenis paus (whales), lumba-lumba (dolphins), purpoises, dugong, pesut, singa laut dan walrus. Cetacea merupakan ordo yang mempunyai 3 (tiga) sub-ordo yaitu Archaeoceti, Mysticeti dan Odontoceti. Saat ini hanya sub-ordo Odontoceti dan Mysticeti yang masih ada di bumi, sedangkan sub-ordo Archaeoceti sudah punah. Paus baleen adalah anggota dari sub-ordo Mysticeti, sedangkan paus bergigi (toothed whale) termasuk dalam sub-ordo Odontoceti (Jefferson et al. 1993).

Wilayah perairan kepulauan Nusantara secara umum merupakan kawasan yang memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi. Berdasarkan kajian dari beberapa sumber pustaka diketahui bahwa beberapa kawasan perairan utama di Nusantara seperti; Selat Alor – Solor, Laut Banda, Selat Makassar, Lovina Bali, dan berbagai wilayah lainnya kerap disinggahi oleh beberapa spesies mamalia laut sebagai area bermain (playing ground) maupun sebagai area mencari makan (feeding ground) dan kemudian melanjutkan migrasinya. Mamalia laut ada yang bersifat endemis, jenis mamalia laut endemis yang terdapat di Indonesia adalah Pesut Mahakam (Irrawady Dolphin). Pesut Irrawaddy, Orcaella brevirostris, adalah jenis laut dan air tawar dengan populasi yang terdapat pada tiga sistem sungai besar Asia, Mahakam Indonesia, Ayeyarwady Myanmar, dan Mekong Kamboja, serta Laos (Smith et al., 2007).

Belum ada informasi yang komprehensif mengenai status populasi mamalia laut Indonesia kecuali untuk Irrawady Dolphin (Pesut Mahakam). Populasi ini terus menurun secara cepat dan estimasi jumlah saat ini adalah kurang dari 50, mungkin hanya 35-42 (Kreb, 2002). Perkembangan informasi mengenai jumlah populasi Pesut Mahakam yang dilakukan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Sumberdaya Alam tahun 1978 adalah 125-150 individu. Tahun 1993 populasi diestimasi hanya 68 individu (Priyono, 1993). Hasil monitoring Yayasan Konservasi RASI (2005) mencatat sebanyak 67-70 individu dan monitoring RASI (2007) mencatat terdapat 87 – 91 individu.

Keberadaan mamalia laut di Nusantara juga disampaikan oleh Jafferson (1993), bahwa terdapat 31 jenis mamalia laut yang terdapat di Indonesia. Kurang lebih 60% dari semua jenis mamalia yang ada di Indonesia menyinggahi hampir semua tipe habitat, termasuk di perairan yang relatif dangkal.

Mamalia laut khususnya lumba-lumba, porpoises dan paus merupakan jenis mamalia yang memiliki kemampuan migrasi yang tinggi (highly migratory species). Seperti dijelaskan IUCN (2010) yang menyebutkan bahwa penyebaran mamalia laut hampir di semua perairan dangkal Indonesia. Keberadaan mamalia laut di lokasi studi khususnya, sangat tergantung pada ketersediaan makanan, dan faktor lingkungan perairan.

Banyaknya kasus-kasus mamalia laut yang terdampar di pantai yang kita dengar dan saksikan di media massa mengindikasikan bahwa telah terjadi degradasi lingkungan yang menyebabkan gangguan terhadap mamalia laut sehingga mengakibatkan mereka sakit dan terdampar. Mustika et al. (2009) mencatat telah terjadi setidaknya 35 kasus mamalia laut terdampar di seluruh perairan Indonesia dalam tahun 1987 hingga 2007, dimana 10 kasus merupakan kasus paus sperma terdampar. Belum lagi termasuk beberapa kasus paus/lumba-lumba terdampar yang kita saksikan di media massa dalam tahun 2008 hingga 2012.

Berdasarkan catatan mengenai kasus-kasus mamalia laut terdampar di wilayah perairan Indonesia ini seharusnya menjadi perhatian kita dalam rangka menjaga kelestarian keanekaragaman hayati sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang: Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. Adalah penting untuk mengetahui faktor-faktor penyebab mereka terdampar supaya dapat ditentukan strategi pengelolaan yang tepat untuk menjaga kelestarian sumberdaya tersebut.

1.2. Gambaran Kondisi Sebelumnya Hingga Degradasi Saat Ini

Menurut Rudolph et al. (1997) setidaknya terdapat 29 jenis cetacean (6 paus baleen, 3 paus sperma, setidaknya 2 paus berparuh, 15 lumba-lumba dan 1 purpoises serta 2 yang belum teridentifikasi) di perairan Kepulauan Indonesia, tetapi hanya sedikit studi mendalam yang dilakukan untuk mengetahui jumlah populasi, distribusi dan perlindungannya. Beberapa spesies yang teridentifikasi adalah Megaptera novaeangliae; Balaenoptera edeni; Balaenoptera physalus; Balaenoptera musculus; Physeter macrocephalus; Globicephala macrorhynchus; Orcinus orca; Pseudorca crassidens; Peponocephala electra; Feresa attenuata; Stenella attennuata; Delphinus spp; Lagenodelphis hosei; Sousa chinensis; Tursiops sp; Orcaella brevirostris; Neophocaena phocaenoides.

Berdasarkan informasi yang didapatkan dalam Rudolph et.al (1997) diketahui kasus-kasus mamalia laut terdampar yang tercatat mulai akhir abad ke-19 sampai 1939 sebagai berikut:

  • Weber (1902, 1923) melalui Dutch Siboga Expedition (1899 -1900) telah mencatat daftar sebanyak 16 spesies berdasarkan hewan yang terdampar dan melalui pengamatan penangkapan paus di Desa Lamakera di Solor dan Lamalera di pulau Lembata;
  • Reuter (1919) mempublikasikan Balaenoptera yang terdampar di pantai selatan Jawa;
  • Dammerman (1924) melaporkan kasus terdampar massal jenis pilot whale (Globicephala macrorhynchus )di timurlaut pantai Jawa termasuk beberapa catatan tentang spesies lainnya;
  • Dammerman, (1926) mencatat paus berparuh Ziphius cavirostris terdampar di pantai utara Jawa.
  • Dammerman (1938) tentang paus bersirip Balaenoptera physalus yang terdampar di selatan Jawa; dan
  • Van Bemmel (1939) tentang finless porpoise Neophocaena phocenoides.

Berdasarkan informasi ini berarti pada periode 1899 – 1939 (durasi 40 tahun) telah tercatat sebanyak 5 kasus mamalia laut terdampar, sedangkan pada periode 1987 – 2007 (durasi 20 tahun) tercatat sebanyak 35 kasus mamalia laut terdampar di perairan Indonesia. Artinya dalam rentang 68 tahun (1939 – 2007) telah terjadi peningkatan tujuh kali lipat kasus mamalia laut terdampar. Hal ini tentu perlu mendapat perhatian untuk ditindaklanjuti demi menjaga kelestarian sumberdaya hayati mamalia laut di Indonesia.

Bersambung.... ......Bab II: Permasalahan dan Isu-Isu Penting

Komentar

Posting Populer

Konversi Nilai Mata Uang Zaman Penjajahan Belanda dengan Rupiah Republik Indonesia hari ini

Beberapa tahun belakangan saya suka membaca buku-buku lama, baik dalam bentuk novel , roman , biografi dll. Beberapa buku yang telah saya baca berlatar setting sekitar tahun 1860an, 1890an sampai 1920, awal 1900 hingga 1950an. Ternyata dengan banyak membaca karangan-karangan lama cukup membuat wawasan kita bertambah. Bagi saya terutama, hal-hal mengenai sejarah bangsa adalah suatu hal yang sangat ingin saya pelajari. Setidaknya dengan mempelajari sejarah dengan cara berbeda (bukan dari pelajaran sejarah di sekolah) saya bisa mengerti saat ini kita berada dimana. Ada hal yang menarik perhatian saya selama membaca karangan-karangan lama tersebut. Yaitu tentang mata uang. Dalam beberapa cerita selalu disebutkan harga, biaya dengan mata uang yang berlaku saat itu.  Jadi, selama setidaknya periode akhir 1800 hingga sebelum Indonesia merdeka, Bangsa kita di nusantara ( Hindia Belanda ) menggunakan mata uang gulden Belanda. Dalam beberapa cerita dituliskan dengan simbol f...

Beda perspektif dan penggunaan rujukan "zona terlarang" dan "zona terbatas" menurut UU No. 1 Tahun 1973 dan PP No 5 Tahun 2010

Penggunaan istilah zona keamanan dan keselamatan untuk anjungan migas, rig, kapal seismik dan objek lainnya di laut yang memerlukan zona bebas dari kegiatan lain, sering dirujuk. Namun rujukan tersebut sebaiknya dipilah antara UU No. 1 tahun 1973 atau PP No. 5 tahun 2010 tentang kenavigasian. Berdasarkan penelusuran saya terdapat perbedaan perspektif dan punggunaan rujukan antara UU No 1 tahun 1973 dengan PP No 5 tahun 2010. Rangkumannya adalah sebagai berikut: Rujukan peraturan zona terlarang dan zona terbatas untuk Kapal Survei Seismik, Rig Pemboran à UU No 1 tahun 1973 Rujukan peraturan zona keamanan dan keselamatan untuk anjungan lepas pantai (platform), FPSO, Pipa bawah air dan well head à PP No 5 Tahun 2010, Permenhub No. 25 tahun 2010. Hierarki peraturan tentang navigasi adalah: UU No 17 Tahun 2008 tentang pelayaran > PP No 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian > Permenhub PM No. 25 tahun 2010 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran. Jadi, PP No 5 tahun 2010 ini...

Jangan sampai salah data gara-gara format data di komputer berbeda dengan format sumber data

Gawat…! bisa terjadi mis-interpretasi data, yang berlanjut pada kesalahan analisis dan kesalahan pengambilan keputusan. Bahaya khan? Karenanya kita perlu sedikit paham mengenai seluk beluk format data ini, terutama format data apa yang sedang berlaku di komputer/laptop kita dan format data (eksternal) yang kita dapat dari sumber luar (misalnya: website , portal data dll). Hal ini, bagi saya, hanya terjadi pada program MS Excel pada saat mengimpor data dari format (ekstensi) yang berbeda misalnya: CSV, TXT, dll.  Seperti biasa, kita mulai dari daftar istilah dulu supaya kita yang membaca tidak salah mis-interpretasi juga. Mis-interpretasi           format data         MS Excel               Ekstensi                CSV         TXT Sebelumnya saya ...

Berlayar Pulang

Berlayar pulang Location: Derawan, Berau Kalimantan Timur Time: 2014

PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) DALAM KONSERVASI (Bagian 2)

Bagian sebelumnya:  PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) DALAM KONSERVASI (Bagian 1) PEMANGKU KEPENTINGAN Pengertian Pemangku Kepentingan Pemangku kepentingan dalam konservasi diuraikan menjadi pemerintah (eksekutif dan legislatif) (Jentoft 2004; Cinner et al . 2012); pihak swasta (Jones et al . 2013; Campbell et al. 2013); masyarakat ( Harkes dan Novaczek 2002; Evans et al. 1997); institusi pendidikan (Jentoft 2004) , Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan LSM Internasional di bidang konservasi ( seperti: WWF , Coral Triangle Center, The Nature Conservation ) (Bottema dan Bush 2012) . Penduduk lokal memiliki hak di lingkungan laut dan pesisir, sehingga pemangku kepentingan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melalui pe manfa atan langsung sumberdaya atau berhubungan dengan lingkungan laut dan konservasi (Abecasis et al . 2013). Pemangku kepentingan merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik seca...

Bedanya Belajar Metode Otodidak dengan Kursus Keterampilan

Baiklah.. saya sebagai pembelajar otodidak (dalam beberapa hal) dan juga sebagai orang yang telah mengikuti Kursus Keterampilan (dalam sedikit hal) akan mencoba membahas hal ini. Seperti biasa, supaya tidak salah paham kita mulai dari definisi istilah . Otodidak /autodidak : autodídaktos = "belajar sendiri" mendapatkan keahlian dan/atau pengetahuan tertentu dengan belajar sendiri Kursus : kursus/kur·sus/ n 1 pelajaran tentang suatu pengetahuan atau keterampilan, yang diberikan dalam waktu singkat Belajar otodidak sangat spesifik case by case .. umumnya berangkat dari problem à problem solving  atau troubleshooting.  Pengetahuan/keterampilan otodidak berkembang seiring waktu.. saat baru belajar pengetahuan masih sangat terbatas.. Spesifik hanya tahu bagaimana menyelesaikan satu masalah yang dihadapi. Kemudian apabila hal ini terasah dengan jam terbang maka penguasaan masalah terhadap ini semakin terasah dan berkembang. Namun pada mula-mula, saat jam terbang masi...

Catatan singkat Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 26 Tahun 2014 tentang Rumpon

Kapal Payang Rumpon Kepulauan Seribu Permen 26 Tahun 2014 ini merupakan pengganti Kepmen KP No 30 Tahun 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Dalam Permen yang baru ini dinyatakan bahwa setiap kapal penangkap ikan yang melakukan pemasangan dan pemanfaatan rumpon wajib memiliki Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR). Seperti yang dinyatakan dalam pasal 1 poin 7 Pasal 1 poin 7 "Surat Izin Pemasangan Rumpon, yang selanjutnya disingkat SIPR adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal penangkap ikan untuk melakukan pemasangan atau pemanfaatan rumpon" Selanjutnya di pasal 6 dijelaskan tentang alat tangkap yang boleh menggunakan rumpon (selain itu tidak boleh).. Pasal 6 Rumpon hanya dapat digunakan oleh kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan berupa: a. pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal; b. pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal; c. pukat cincin grup pelagis besar; d. pancing ulur; dan e. pancing berjora...