Langsung ke konten utama

Dinamika Sumberdaya Mamalia Laut Di Indonesia (Part 2: Permasalahan dan Isu Penting)

Pembahasan berikut ini adalah lanjutan dari posting sebelumnya Part 1: Pendahuluan


II. PERMASALAHAN DAN ISU-ISU PENTING

2.1 Status Hukum dan Pengelolaan Saat Ini di Indonesia

Regulasi pemerintah Republik Indonesia dalam melindungi sumberdaya mamalia laut telah dituangkan dalam Undang-Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP), diantaranya: 
  • Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; 
  • PP No. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam; 
  • Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang: Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa. 
Peraturan perundang-undangan RI telah mengatur tentang perlindungan terhadap mamalia laut dan habitatnya. Namun, status perlindungan yang diberikan ini belum terdefinisi dengan baik dan secara spesifik. Perlindungan yang diberikan masih terbatas pada kawasan konservasi maupun kawasan Taman Nasional dalam batas ruang (spasial). Mamalia laut sebagai satwa bermigrasi (highly migratory species) tidak hanya berada pada ruang dan waktu tertentu saja. Keberadaannya di suatu kawasan perairan sangat tergantung pada musim, ketersediaan makanan dan kondisi perairan. 

Permasalahan pengelolaan sektoral juga terjadi terhadap sumberdaya mamalia laut ini antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pengelolaan terhadap satwa liar dan habitatnya merupakan wewenang dari Kementerian Kehutanan. Disamping itu, mamalia laut merupakan satwa liar di air, hidup di perairan kepulauan Indonesia yang notabene merupakan kewenangan pengelolaan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Permasalah pengelolaan sektoral ini kemudian menjadi polemik berkepanjangan namun tidak juga memberikan perlindungan terhadap kelestarian sumberdaya mamalia laut.

2.2 Gangguan Terhadap Mamalia Laut

Mamalia laut (cetacean) sangat rentan terhadap berbagai dampak lingkungan. Menurut Hofman (1995) ancaman yang secara langsung maupun tidak langsung terhadap cetacea adalah sebagai berikut: 
  • Marine debris (pencemaran sampah di laut) 
  • By catch of commersial fishing (tertangkap oleh alat tangkap nelayan) 
  • Noise pollution (kebisingan) 
  • Food chain effects (terdampak oleh rantai makanan/ketersediaan makanan dan predator) 
  • Diseases (penyakit) 
  • Oil and chemical spills (pencemaran laut oleh minyak dan bahan kimia lainnya). 
Menurut APEX-Environmental (www.apex-environmental.com/IOCPImpacts.html) dijelaskan beberapa faktor gangguan terhadap mamalia laut di Indonesia seperti disampaikan dalam Gambar berikut: 

Faktor lingkungan penyebab gangguan terhadap mamalia laut 

Berdasarkan Hofman (1995) dan Gambar diatas dapat dikategorikan sumber gangguan terhadap mamalia laut menjadi 3 kategori yaitu: degradasi habitat, polusi dan pencemaran, serta ancaman langsung perburuan dan penangkapan. Salah satu sumber ancaman dari kategori polusi dan pencemaran adalah noise pollution (kebisingan). 

Mamalia laut diketahui menggunakan suara (sonar) sebagai alat indera (echolocation). Suara berperan penting bagi mamalia sebagai alat komunikasi, navigasi, mencari makan, mengenali predator, mengenai pasangan dan beberapa fungsi lainnya. Peranan suara (sonar) menjadi sangat penting bagi mamalia laut karena pada perairan dalam (>200 meter) indera penglihatan sudah tidak dapat diandalkan. 

Semakin berkembangnya aktivitas manusia di laut, baik untuk transportasi, kegiatan industri dan pertambangan, serta aktivitas militer yang menimbulkan kebisingan menjadi ancaman terhadap keberlangsungan hidup mamalia laut. Salah satu bentuk ancaman akibat semakin meningkatnya kebisingan di laut adalah gangguan sistem navigasi mamalia laut yang pada akhirnya menyebabkan mereka terdampar dan mati.

Ada banyak sumber suara (kebisingan) yang ada di laut, baik alami, maupun buatan manusia. Sumber alami kebisingan di laut adalah: angin, hujan, gelombang, suara makhluk hidup di perairan, aktivitas vulkanis, gempa bumi dan petir. Sumber kebisingan akbiat buatan manusia antara lain; aktivitas transportasi laut, sonar, survei seismik, dan aktivitas industri lainnya. Dampak dari noise pollution terhadap Cetacea dapat berupa mass stranding (terdampar), gangguan pendengaran, bahkan kasus terburuk dapat menyebabkan kematian terhadap mamalia laut.

Menurut Nybakken (1993) pentingnya suara untuk mamalia laut berada dalam fakta bahwa suara perjalanan sekitar lima kali lebih cepat dalam air daripada di udara dan memiliki komunikasi jarak jauh lebih besar daripada penglihatan. Akibatnya, kebanyakan mamalia laut menunjukkan perkembangan yang kuat dari struktur penerima suara. 

Alat penerima dan penghasil suara Cetacea yang digunakan untuk echolocation sudah sangat berkembang, sama halnya seperti kita menggunakan sonar unuk menduga kedalaman. Gelombang suara pada echolocation atau sonar dikeluarkan dari sumber ke arah tertentu. Gelombang suara ini bergerak lancar dalam air sampai membentur benda padat. Jika membentur benda, maka gelombang itu akan terpantul dan kembali ke sumbernya. Interval waktu saat suara pertama kali dikeluarkan dan pergerakannya menuju sasaran serta kembalinya setelah terpantul merupakan ukuran jarak antara sumber dan benda. Dengan berubahnya jarak, waktu echo kembali juga berubah. Pengeluaran gelombang suara secara terus-menerus dan evaluasi sensorik dari gelombang yang terpantul selagi berenang merupakan cara hewan tersebut untuk memeriksa benda yang ada di sekitarnya dengan mengetahui jarak benda itu, hewan tersebut dapat menjauhinya (predator) atau mendekatinya (sumber makanan) (Nybakken, 1993).

Suara dengan frekuensi rendah digunakan hewan yang berekolokasi untuk menempatkan dirinya dalam badan air sesuai dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Namun suara dengan frekuensi rendah tidak memberikan informasi mengenai bentuk benda itu. Untuk mendapatkan informasi ini, diperlukan suara dengan frekuensi lebih tinggi yang memantul dari benda dan memberikan perincian lebih lanjut. Oleh karena itu, kebanyakan hewan laut yang mempunyai kemampuan ekolokasi yang berkembang dengan baik juga mempunyai kemampuan mengubah frekuensi suara yang dihasilkan (Nybakken, 1993). 

Ekolokasi berkembang paling baik pada paus bergigi (toothed whales). Hewan-hewan ini memiliki modifikasi morfologi yang rumit pada sistem kepala dan pernapasan yang membuatnya mampu mengirim dan menerima gelombang suara yang bervariasi pada kisaran frekuensi yang luas (Nybakken, 1992). 

Paus bergigi mempunyai dahi bulat dan menonjol yang aneh. Behubungan dengan hal ini, terdapat lubang nasal eksternal atau lubang udara dibagian punggung. Di bagian dalam, satu seri kantung udara yang kompleks berhubungan dengan saluran nasal mulai dari lubang udara sampai ke paru-paru. Dahi yang bulat disebabkan oleh satu struktur besar yang berisi lemak terletak disebelah dalam yang dinamakan melon. Organ berlemak ini berkembang baik pada Paus Sperma (Sperm whales), dan dinamakan spermaceti organ, dan besarnya sekitar 40% dari seluruh panjang tubuhnya (Nybakken, 1993).



Telah banyak dilakukan penelitian oleh berbagai ahli di seluruh dunia untuk menentukan dampak kebisingan terhadap mamalia laut. Di Indonesia, penelitian terhadap mamalia laut masih terbatas pada inventarisasi sumberdaya, baik keanekaragaman hayati, inventarisasi habitat dan jalur migrasi dan beberapa diantaranya tentang perlindungan dan konservasi mamalia laut. 

Peraturan perundang-undangan melindungi satwa liar (termasuk mamalia laut) dari kepunahan. Namun, secara khusus pengelolaan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan kebisingan untuk melindungi mamalia laut masih bersifat sektoral, misalnya; pengelolaan untuk meminimalisir gangguan terhadap mamalia laut pada aktivitas survei seismik di laut, dikelola berdasarkan izin lingkungan yang didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup. Sedangkan pengelolaan terhadap kegiatan sumber kebisingan secara simultan (bersamaan) pada kawasan yang sama dari berbagai sumber kebisingan (lalu lintas laut, eksplorasi/eksploitasi migas, aktivitas militer, penelitian) belum dikelola secara terpadu. Misalnya saja di perairan Selat Makassar, dimana terdapat beberapa aktivitas sumber kebisingan secara simultan (lalu lintas laut, eksplorasi-eksploitasi migas, aktivitas latihan militer), atau di Laut Natuna dengan beberapa kegiatan simultan yang sejenis terjadi.


Bersambung..... Part 3: Alternatif Pengelolaan

Komentar

Posting Populer

Konversi Nilai Mata Uang Zaman Penjajahan Belanda dengan Rupiah Republik Indonesia hari ini

Beberapa tahun belakangan saya suka membaca buku-buku lama, baik dalam bentuk novel , roman , biografi dll. Beberapa buku yang telah saya baca berlatar setting sekitar tahun 1860an, 1890an sampai 1920, awal 1900 hingga 1950an. Ternyata dengan banyak membaca karangan-karangan lama cukup membuat wawasan kita bertambah. Bagi saya terutama, hal-hal mengenai sejarah bangsa adalah suatu hal yang sangat ingin saya pelajari. Setidaknya dengan mempelajari sejarah dengan cara berbeda (bukan dari pelajaran sejarah di sekolah) saya bisa mengerti saat ini kita berada dimana. Ada hal yang menarik perhatian saya selama membaca karangan-karangan lama tersebut. Yaitu tentang mata uang. Dalam beberapa cerita selalu disebutkan harga, biaya dengan mata uang yang berlaku saat itu.  Jadi, selama setidaknya periode akhir 1800 hingga sebelum Indonesia merdeka, Bangsa kita di nusantara ( Hindia Belanda ) menggunakan mata uang gulden Belanda. Dalam beberapa cerita dituliskan dengan simbol f...

Beda perspektif dan penggunaan rujukan "zona terlarang" dan "zona terbatas" menurut UU No. 1 Tahun 1973 dan PP No 5 Tahun 2010

Penggunaan istilah zona keamanan dan keselamatan untuk anjungan migas, rig, kapal seismik dan objek lainnya di laut yang memerlukan zona bebas dari kegiatan lain, sering dirujuk. Namun rujukan tersebut sebaiknya dipilah antara UU No. 1 tahun 1973 atau PP No. 5 tahun 2010 tentang kenavigasian. Berdasarkan penelusuran saya terdapat perbedaan perspektif dan punggunaan rujukan antara UU No 1 tahun 1973 dengan PP No 5 tahun 2010. Rangkumannya adalah sebagai berikut: Rujukan peraturan zona terlarang dan zona terbatas untuk Kapal Survei Seismik, Rig Pemboran à UU No 1 tahun 1973 Rujukan peraturan zona keamanan dan keselamatan untuk anjungan lepas pantai (platform), FPSO, Pipa bawah air dan well head à PP No 5 Tahun 2010, Permenhub No. 25 tahun 2010. Hierarki peraturan tentang navigasi adalah: UU No 17 Tahun 2008 tentang pelayaran > PP No 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian > Permenhub PM No. 25 tahun 2010 Sarana Bantu Navigasi Pelayaran. Jadi, PP No 5 tahun 2010 ini...

Jangan sampai salah data gara-gara format data di komputer berbeda dengan format sumber data

Gawat…! bisa terjadi mis-interpretasi data, yang berlanjut pada kesalahan analisis dan kesalahan pengambilan keputusan. Bahaya khan? Karenanya kita perlu sedikit paham mengenai seluk beluk format data ini, terutama format data apa yang sedang berlaku di komputer/laptop kita dan format data (eksternal) yang kita dapat dari sumber luar (misalnya: website , portal data dll). Hal ini, bagi saya, hanya terjadi pada program MS Excel pada saat mengimpor data dari format (ekstensi) yang berbeda misalnya: CSV, TXT, dll.  Seperti biasa, kita mulai dari daftar istilah dulu supaya kita yang membaca tidak salah mis-interpretasi juga. Mis-interpretasi           format data         MS Excel               Ekstensi                CSV         TXT Sebelumnya saya ...

Berlayar Pulang

Berlayar pulang Location: Derawan, Berau Kalimantan Timur Time: 2014

PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) DALAM KONSERVASI (Bagian 2)

Bagian sebelumnya:  PERAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDER) DALAM KONSERVASI (Bagian 1) PEMANGKU KEPENTINGAN Pengertian Pemangku Kepentingan Pemangku kepentingan dalam konservasi diuraikan menjadi pemerintah (eksekutif dan legislatif) (Jentoft 2004; Cinner et al . 2012); pihak swasta (Jones et al . 2013; Campbell et al. 2013); masyarakat ( Harkes dan Novaczek 2002; Evans et al. 1997); institusi pendidikan (Jentoft 2004) , Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan LSM Internasional di bidang konservasi ( seperti: WWF , Coral Triangle Center, The Nature Conservation ) (Bottema dan Bush 2012) . Penduduk lokal memiliki hak di lingkungan laut dan pesisir, sehingga pemangku kepentingan didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melalui pe manfa atan langsung sumberdaya atau berhubungan dengan lingkungan laut dan konservasi (Abecasis et al . 2013). Pemangku kepentingan merupakan individu, sekelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik seca...

Bedanya Belajar Metode Otodidak dengan Kursus Keterampilan

Baiklah.. saya sebagai pembelajar otodidak (dalam beberapa hal) dan juga sebagai orang yang telah mengikuti Kursus Keterampilan (dalam sedikit hal) akan mencoba membahas hal ini. Seperti biasa, supaya tidak salah paham kita mulai dari definisi istilah . Otodidak /autodidak : autodídaktos = "belajar sendiri" mendapatkan keahlian dan/atau pengetahuan tertentu dengan belajar sendiri Kursus : kursus/kur·sus/ n 1 pelajaran tentang suatu pengetahuan atau keterampilan, yang diberikan dalam waktu singkat Belajar otodidak sangat spesifik case by case .. umumnya berangkat dari problem à problem solving  atau troubleshooting.  Pengetahuan/keterampilan otodidak berkembang seiring waktu.. saat baru belajar pengetahuan masih sangat terbatas.. Spesifik hanya tahu bagaimana menyelesaikan satu masalah yang dihadapi. Kemudian apabila hal ini terasah dengan jam terbang maka penguasaan masalah terhadap ini semakin terasah dan berkembang. Namun pada mula-mula, saat jam terbang masi...

Catatan singkat Peraturan Menteri Kelautan Perikanan No. 26 Tahun 2014 tentang Rumpon

Kapal Payang Rumpon Kepulauan Seribu Permen 26 Tahun 2014 ini merupakan pengganti Kepmen KP No 30 Tahun 2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Dalam Permen yang baru ini dinyatakan bahwa setiap kapal penangkap ikan yang melakukan pemasangan dan pemanfaatan rumpon wajib memiliki Surat Izin Pemasangan Rumpon (SIPR). Seperti yang dinyatakan dalam pasal 1 poin 7 Pasal 1 poin 7 "Surat Izin Pemasangan Rumpon, yang selanjutnya disingkat SIPR adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal penangkap ikan untuk melakukan pemasangan atau pemanfaatan rumpon" Selanjutnya di pasal 6 dijelaskan tentang alat tangkap yang boleh menggunakan rumpon (selain itu tidak boleh).. Pasal 6 Rumpon hanya dapat digunakan oleh kapal penangkap ikan yang menggunakan alat penangkapan ikan berupa: a. pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal; b. pukat cincin pelagis besar dengan satu kapal; c. pukat cincin grup pelagis besar; d. pancing ulur; dan e. pancing berjora...

Dinamika Sumberdaya Mamalia Laut di Indonesia (Part 1 - Pendahuluan)

I. STATUS SUMBERDAYA MAMALIA LAUT DI PERAIRAN INDONESIA 1.1. Gambaran Kondisi Status Mamalia Laut Saat Ini di Indonesia Mamalia laut ( cetacean ) merupakan kelompok hewan mamalia yang terdiri dari jenis paus ( whales ), lumba-lumba ( dolphins ), purpoises , dugong, pesut, singa laut dan walrus. Cetacea merupakan ordo yang mempunyai 3 (tiga) sub-ordo yaitu Archaeoceti, Mysticeti dan Odontoceti. Saat ini hanya sub-ordo Odontoceti dan Mysticeti yang masih ada di bumi, sedangkan sub-ordo Archaeoceti sudah punah. Paus baleen adalah anggota dari sub-ordo Mysticeti, sedangkan paus bergigi (toothed whale ) termasuk dalam sub-ordo Odontoceti (Jefferson et al. 1993). Wilayah perairan kepulauan Nusantara secara umum merupakan kawasan yang memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi. Berdasarkan kajian dari beberapa sumber pustaka diketahui bahwa beberapa kawasan perairan utama di Nusantara seperti; Selat Alor – Solor, Laut Banda, Selat Makassar, Lovina Bali, dan berbag...